Nama
: Riza Hidayat
Nim
: J1F113013
Prodi
: Ilmu Komputer
Tugas : Ilmu Kealaman Dasar (IKD)
Tugas
1: Perkembangan Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem Alam di Daerah Indonesia
Perkembangan Hubungan Makhluk Hidup
dalam Ekosistem Alam di Daerah Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke.
Sejumlah besar (lebih dari 10.000 buah) dari pulau-pulau tersebut adalah
merupakan pulau-pulau berukuran kecil. memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang tinggi. Hal ini
terjadi karena keadaan alam yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya,
bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem
perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat hidupnya yang khas itu,
menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-masing menampilkan kekhususan pula
dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat didalamnya (Alfalasifa,2011).
Ekosistem adalah satuan
fungsional dasar dalam ekologi karena memasukkan organisme
(komunitas-komunitas) biotik maupun lingkungan abiotik, masing-masing mempengaruhi
sifat-sifat yang lainnya dan keduanya perlu untuk pemeliharaan kehidupan
seperti yang kita miliki di atas bumi ini. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup
dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang
teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang
terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu.
Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi atau relung. Selama masing-masing
komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan
ekosistem itu pun terjaga. Ekosistem secara garis besar dibedakan menjadi 2,
yaitu ekosistem darat dan ekosistem perairan (Marlina,2007).
A.
Ekosistem
Darat
Ekosistem darat
dibedakan berdasarkan iklim dan vegetasi dominan wilayah tersebut menjadi
beberapa bioma. Meskipun batas wilayah penyebaran bioma-bioma di muka bumi
tidak terlalu jelas, namun berdasarkan vegetasi tumbuhan dominannya dapat
dibedakan menjadi bioma tundra, bioma taiga, bioma hutan hujan tropis, bioma
savana (padang rumput), bioma gurun, dan bioma hutan gugur.Di Indonesia hanya
terdapat bioma hutan hujan tropis dan bioma padang rumput (Syahri,2013).
a.
Bioma Savana
Bioma savana (padang rumput) terdapat di wilayah
beriklim sedang sampai tropis dengan curah hujan 25 cm sampai 75 cm per tahun.
Tumbuhan yang dominan di bioma ini adalah rumput. Hewan yang hidup di bioma ini
adalah hewan-hewan yang bisa bertahan di kondisi padang rumput, di antaranya
adalah kuda, zarafah, dan singa. Di Indonesia bioma savana dapat ditemukan di
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) (Syahri,2013).
b.
Hutan Musim
Ekosistem
hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang berada di daerah beriklim
muson (monsoon), yaitu daerah dengan perbadaan antara musim kering dan basah
yang jelas. Hutan musim (monsoon
forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut : beriklim musim, tanah kering
dan bermacam-macam jenis tanah, terdapat di pedalaman yang sdanjutnya dapat
dibagi lagi menurut ketinggian. Tipe ekosistem hutan musim terdapat pada daerah-daerah yang
memiliku tipe iklim C dan D. Dengan
rata-rata curah hujan 1.000-2.000 mm per tahun dengan rata-rata suhu bulanan
sebesar 21˚-32˚ C. Di Indonesia, tipe ekosistem
hutan musim berada di Jawa terutama di Jaw a Tengah dan Jawa Timur, di
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku dan Irian. Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut,
hutan musim dibedakan menjadi dua zona wilayah sebagai berikut: :
a.
Zona 1 (Zona Hutan Musim Bawah) Hutan
Musim yang terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1.000 m dpl.
b.
Zona 2 (Zona Hutan Musim Tengah dan
Atas) Hutan Musim yang terletak pada daerah dengan ketinggian tempat
1.000-4.000 m dpl (Alfalasifa,2011).
A. Zona hutan musim bawah
Spesies-spesies pohon yang merupakan ciri khas
tipe ekosistem hutan musim bawah di daerah jawa antara lain: Tectona grandis,
Acacia loucophloea, Actinnophoora fragrans,
Albizzia chinensis, Alzadirachta indica, dan Caesalpinia digyna. Dan di
hutan-hutan musim bawah lainnya juga mempunyai pohon ciri khas di hutan
tersebut seperti di hutan musim Nusa Tenggara dan hutan musim Maluku (Alfalasifa,2011).
B.
Zona hutan musim tengah dan atas
Spesies pohon yang merupakan ciri khas ekosistem hutan musim tengah dan
atas adalah sebagai berikut. Di Jawa
Tengah dan Jawa Timur terdapat pohon Casuarina junghuhniana sebagai spesies
pohon dominan dan khas untuk tipe ekosistem hutan musim tengah dan atas. Hutan musim tengah dan atas di daerah Indonesia
Timur mengandung spesies pohon khas untuk ekosistem tersebut, yaitu Eucalyptus
spp. Adapun spesies pohon khas untuk
hutan musim tengah dan atas si saerah Sumatra yaitu Pinus merkusii (Alfalasifa,2011).
Terdapat pula Hutan Musim Tropis yang terdiri atas
pepohonan yang menggugurkan daunnya pada musi kemarau. Hutan musim tropis
banyak terdapat di Indonesia, Thailand, India, Kamboja, Laos, Vietnam,
Australia sebelah utara dan Afrika tengah.
Karakteristik hutan musim tropis :
Karakteristik hutan musim tropis :
1. Tumbuhan
membentuk formasi musiman.
2. Tumbuhan umumnya tahan dari
kekeringan dan termasuk tumbuhan tropofit (mampu beradaptasi dangan musim
kemarau dan musim hujan).
3. Pada musim kemarau daunnya merandas
(rontok) sebaliknya pada musim penghujan daunnya lebat.
4. Hutan musim biasa diberi nana sesuai
dengan spesies tumbuhan yang dominan. Contoh : hutan jati, hutan pinus, hutan
angsana
(Alfalasifa,2011).
Banjir yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia
akibat kerusakan hutan.
Banjir hanya salah satu akibat dari kerusakan hutan yang berdampak pada lingkungan hidup.
Tidak hanya banjir pada musim hujan, bahaya kekeringan
terjadi ketika musim kemarau datang. Pengertian dan
definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena
kerusakan ekosistem hutan yang sering
disebut degradasi hutan ditambah juga
penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi CIFOR
(International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan
hutan yang terdiri dari perladangan
berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan
tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu
kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau
penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal
hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu
penyebab kerusakan hutan. Hutan yang
didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon
dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan
hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis
di areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai
habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan
lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah
satu pemicu terjadinya kebakaran
hutan dan berdampak negatif terhadap emisi gas rumah
kaca.Kerusakan hutan inilah yang kemudian berakibat rusaknya ekosistem hutan (Irwan,2008).
c.
Ekosistem
Gunung
Lebih dari setengah populasi manusia di dunia
tergantung oleh air yang berasal dari aliran sungai-sungai yang bersumber dari
gunung, baik untuk kebutuhan minum, pengairan tanaman pangan, sumber tenaga
listrik dan bagi keberlanjutan berbagai industri. Peran strategis dan vital
ekosistem gunung, selain menjadi pusat konsentrasi keragaman hayati serta
memiliki budaya dan tradisi yang khas, sesungguhnya yang terutama adalah
keberadaannya sebagai sumber air bersih dalam tata air secara keseluruhan
(Sumedi,2009).
Indonesia
dengan 129 gunung utamanya adalah negara dengan jumlah gunung paling kaya di
dunia. Sayangnya paradigma pengelolaan ekosisitem gunung yang holistik dan
terpadu belum berjalan dengan baik. Belitan kemiskinan dan kerusakan lingkungan
adalah sejoli yang lazim terjadi di daerah-daerah pegunungan di Indonesia,
terutama daerah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti di Jawa. Sebuah paduan
yang menyedihkan. Sekitar 23 juta penduduk Indonesia atau sekitar 10 persen
dari 227 juta penduduk Indonesia adalah masyarakat yang mendiami daerah
pegunungan. Namun sayangnya para penjaga “menara air” yang menjadi penopang
kehidupan mayoritas penduduk di bawahnya itu, menikmati pendapatan per kapita
yang paling rendah (Sumedi,2009).
B.
Ekosistem
Perairan dan Pesisir
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang dikelilingi oleh lautan. Ekosistem Indonesia sangat menentukan iklim
(suhu, kelembapan, angin), flora, fuana, serta kehidupan penduduk.Adapun
ciri-ciri ekosistem di Indonesia yaitu:
1.
Suhu antara 26 0C-30 0C
2.
Terdapat tingkatan suhu, lapisan atas suhunya lebih tinggi daripada lapisan
bawah
3.
Kadar garam di permukaan laut rendah
4.
Memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, namun populasinya rendah
(Fernando,2013).
Pengenalan
tipe-tipe ekosistem didasari kepada ciri-ciri komunitas yang paling sering menonjol.
Pada dasarnya di Indonesia terdapat empat kelompok utama ekosistem bahari
yaitu:
1.
Ekosistem Laut Dangkal
Laut
dangkal merupakan daerah fotik, yang berarti daerah yang dapat dicapai oleh
cahaya matahari. Didaerah ini berlangsung proses fotosintesis Produser ayng
berperan penting yaitu fitoplankton dan ganggang laut makroskopis. Kadar
oksigen di daerah ini lebih tinggi daripada daerah afotik di laut dalam. Oleh
sebab itu, daerah yang demikian memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
(Fernando,2013).
a. Ekosistem
Pantai
1)
Pantai berpasir dangkal (pantai pasir intertidal)
Pantai
pasir intertidal (pasang-surut) atau biasa disebut dunes umumnya terdapat di
seluruh dunia dan lebih terkenal daripada pantai berbatu-batu karena pantai pasir
ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi
(Fernando,2013).
Formasi
ini terdapat di pantai-pantai berpasir yang luas. Di pantai Utara Madura
terdapt beberapa kompleks dune, namun belum banyak diketahui tentang ekologinya.
Vegetasi pioner yang terdapat pada pantai ini termasuk anggota formasi
pes-caprae.Pada formasi pes-caprae ditumbuhi oleh tipe vegetasi yang terdapat
pada tumpukan-tumpukan pasir yang mengalami proses peninggian di sepanjang
pantai. Vegetsi tersebut tumbuh menutupi pasir luas mulai dari batas yang
terkena ombak sampai ke pematang pantai yang berpasir (Fernando,2013).
Formasi
ini terdapat dihampir seluruh pantai Indonesia dengan komposisi jenis tumbuhan
yang hampir sama dengan jenis tumbuhan yang ada di situ yakni Ipomea
pes-caprae, tergolong jenis tumbuhan menjalar dan mempunyai bunga yang ungu.
Nama formasi pes-caprae berasal dari jenis tumbuhan ini. Tumbuhan ini termasuk
salah satu dari sejumlah herba rendah, yang akarnya mengikat pasir. Jenis lain yang
sering ada yaitu di antaranya jenis polong Canavidia, teki Cyperus
penduculatus dan Cyperus
stoloni-ferus, rumput-rumputan lainnya seperti Thuarea involuta dan Spinifex
littoralis yang berdaun lancip. Jenis lainnya yaitu Vigna, Vitex trifoliua, Ishaemum muticum,
Euphorbia atoto. Beberapa anggota Compositae yang ditemui yaitu Ipomea carnosa, Fimbristylis sericea, Triumfetta repens,
Canavalai abtusiofolia, Vigna marina dan lain sebagainya
(Fernando,2013).
2)
Pantai berbatu-batu
Pantai
berbatu- batu, dijumpai pada daerah panati yang berbatu keras dan tahan
terhadap benturan ombak laut. Hasil pengikisan pantai ini biasanya hanyut ke
tengah laut. Pada daerah yang dapat dicapai oleh air pasang tertinggi, biasanya
di jumpai lorong pantai yang berkerikil. Batu pembentuk pantai tersebut ada
yang terdiri dari batu kapur tua seperti yang terdapat di Banda Aceh. Ada juga
yang terbentuk dari batu vulkanik seperti yang terdapat di sebelah Selatan
Padang, yang terdiri dari batu granit dan batu tertier terdapt di pulau Bintan,
Anamabas, Natuna, Tambelan, Bangka dan Belitung. Jenis vegetasi pada pantai ini
tidak ada yang spesifik, adakalanya dijumpai vegetasi jenis dari formasi
Barringtonia seperti putat laut, cemara, ketapang dan nyamplung yang melekat di
batu. Di tempat-tempat bagian atas pantai kurang curam dan sedikit siraman air
asin, muncul hutan alami (Fernando,2013).
Fauna
pada pantai berbatu-batu terdiri dari banyak jenis seperti tiram-tiram, siput,
kepiting batu, ikan bleni. Dalam celah-celah atau gua-gua kecil pada jurang
terjal yang terbentuk dari batu kapur sering terdapat koloni burung kecil
(Fernando,2013).
3)
Pantai lumpur
Ekosistem
pantai lumpur terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai dengan laut yang berada di muara sungai dan
sekitarnya. Apabila sungainya besar, lumpur tersebut membentang luas sampai
menjorok ke laut. Dalam ekosistem ini terdapat berbagai jenis biota ikan
gelodok.
Komunitas tumbuhannya adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut/Enhalus
acoroides.
Binatang-binatang ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Biasanya ekosistem
pantai lumpur dapat kita jumpai di pantai-pantai pada pulau cukup besar yang
memiliki sungai-sungai lebar seperti di Pulau Kalimantan, Irian Jaya, Sumatra, dan Jawa (Fernando,2013).
b. Ekosistem
Terumbu Karang
Terumbu
karang merupakan ekosistem lengkap dengan struktur tropik, yang tersebar luas
di perairan dangkal. Pada terumbu karang terdapt produsen pertama yang sangat
banyak yaitu berupa ganggang.Ganggang ini melakukan proses fotosintesis dengan
cepat, di mana hasil fotosintesis tersebut sebagai sumber energi bagi binatang
karang. Sebaliknya ganggang memperoleh nutrien dari binatang karang misalnya
dalam bentuk kotoran. Begitulah seterusnya terjadi daur ulang mineral pada
ekosistem terumbu karang. Disini dapat dijumpai hubungan kerja sama yang sangat
baik antara hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalam ekosistem terumbu karang
(Fernando,2013).
Terumbu
karang dibangun dari kalsium karbonat oleh binatang karang (pylum
coelenterata). Peranan O2 yang dikeluarkan oleh ganggang saat fotosintesis
ganggang sangat membantu dalam pembentukan karang. Jadi sesungguhnya terumbu
karang adalah terumbu karang-ganggang (Fernando,2013).
Jenis ganggang yang berperan:
1. Ganggang endozoic,
tergolong dinoflagelata, termasuk genus baru yang disebut Symbiodinium . Ganggang ini terdapt
di dalam endoderm polip binatang karang.
2. Ganggang filamen yang kaya
klorofil. Ganggang ini memberikan warna kehijau-hijauan pada masa karang yang
hidup. Ganggang ini terjaring ke dalam kerangka karang hidup.
3. Ganggang kerangka (skeletal
algae), termasuk anggota Chlorophyta (ganggang hijau)
(Fernando,2013).
Untuk
melindungi dirinya, binatang karang mengeluarkan banyak lendir. Lendir ini akan
mengikat bahan organik sehingga membentuk gumpalan-gumpalan yang merupakan
sumber makanan yang banyak mengandung gizi bagi konsumen lainnya
(Fernando,2013).
Keistimewaan
dari terumbu karang dalam hal daur ulang (siklus) mineral yang efisien. Di situ
terdapat kerja sama yang sangat baik antara tumbuhan (ganggang) dan binatang
karang.Ganggang dapat merupakn saingan utama dalam hal tempat unutk karang di
terumbu, menyusup dan berkembang lebih cepat daripada karang. Karena ganggang
tidak dominan pada terumbu dan tidak bersaing dengan karang, jadi apa yang
mengendalikan meraka? Jawabannya adalah adanya pengaruh grazing oleh ikan dan
juga oleh invertebrata tertentu. Ikan-ikan memakan ganggang, akan tetapi hal
ini secara tidak langsung dapat memperlambat pertumbuhan karang. Hal ini juga
dilakukan oleh bulu babi seperti Diadema dan Eucidaris
dalam mengontrol pertumbuhan karang. Yang perlu diteladani dalam pemanfaatan
sumber daya yang semakin langka untuk memenuhi kebutuhan dunia. Namun ulah
manusia, terumbu karang saat ini sudah banyak terganggu karena pencemaran,
serta meningkatnya jumlah predatornya yaitu mahkota duri binatang laut Acanthaster planci (Fernando,2013).
2.
Ekosistem Laut Dalam
Habitat
terluas dibumi yang tidak didiami oleh organisme hidup ialah bagian samudra
yang jauh dari permukaan termasuk dasar samudra, yang diliputi suasana gelap
dam dimgim sepanjang masa. Luas perairan bahari dangkal yang berbatasan dengan
benua dan pulau hanya 10 % dari luas semua samudra, sedangkan bagian atas
samudra yang dapat diterangi sinar matahari merupakan bagian yang lebih kecil
lagi dari seluruh volume samudra yang dapat dihuni berbagai organisme. Jadi
dari 70 % permukaan bumi yang tertutup air, mungkin 85 % dari luasnya dan
90 % dari volumenya merupakan suatu wilayah yang gelap dan dingin yang
dinamakan laut dalam (Fernando,2013).
Yang
dimaksud dengan “laut dalam” disini ialah bagian dari lingkungan bahari yang
terletak dibawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari dilaut terbuka,
dan lebih dalam dari paparan benua. Laut dalam diliputi suasana gelap gulita
sepanjang tahun. Karena wilayah perairan ini gelap sepanjang masa maka
fotosintesis tidak mungkin berlangsung. Bila tampak adanya cahaya, maka cahaya
ini dihasilkan oleh hewan-hewan laut tertentu (Fernando,2013).
Hampir
semua kelompok utama hewan terwakili dalam laut dalam. Krustasea, terutama
isopoda, amfhipoda, tanaid, dan kumasea, umumnya terdapat di laut dalam.
Didaerah abisal, krustasea merupakan 30 sampai 50 persen dari faunanya, cacing
polikaeta juga melimpah, juga ketimun laut atau tripang yang biasanya berukuran
besar dan bintang ular umumnya terdapat di perairan abisal. Berbagai bintang
laut, lili laut, dan bulu babi merupakan bagian dari bentos laut dalam namun
jumlahnya tidak banyak. Diantara bunga karang, penguni laut dalam adalah bunga
karang kaca, yakni kelompok yang jarang ditemukan di perairan dangkal. Filum
Cnidaria hanya diwakili oleh berbagai anemon, pena laut, dan kipas laut.
Sedangkan ikan demersal penghuni laut dalam terutama terdiri dari ikan
ekor tikus serta berbagai Brotuilidae, Liparidae, dan Belut laut. Pada zona
hadal lebih banyak ditemukan berbagai krustasea perikaridea, polikaeta, dan
holothuroidea serta lebih sedikit ditemukan berbagai bintang laut, bulu babi,
dan bintang ular dibandingkan dengan daerah abisal (Fernando,2013).
Dengan sumber
daya kelautan dan perikanan yang sangat menguntungkan tersebut ditambah dengan letak
Indonesia yang sangat strategis,
mengundang banyak pihak untuk
mengeksplorasi secara
illegal dan memanfaatkan sumber daya
tersebut secara tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan negara dan merusak ekosistem perairan
laut yang ada.
Kerusakan ekosistem perairan
laut Indonesia pada umumnya diakibatkan karena pemanfaatan sumber daya yang tidak terkendali dengan cara illegal seperti
penangkapan ikan di daerah terumbu karang
dengan
menggunakan
bahan beracun dan bahan peledak; penebangan bakau untuk bahan baku kertas,
arang dan bangunan serta konversi lahan pesisir yang dibuka untuk pertambakan, pertanian/perkebunan, industri
dan pemukiman; pencemaran laut akibat tumpahan minyak dan pembuangan zat-zat yang berbahaya
dari kapal-kapal (Mukhtar,2013).
Daftar
Pustaka
Alfalasifa,Sylva.2011.Makalah Ekosistem Hutan Musim.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Fernando,Bris.2013.Makalah Pengenalan Ekosistem Laut dan Pesisir Indonesia
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Irwan.2008.Penelitian Ilmiah Kerusakan Hutan di Indonesia.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Marlina,Ani.2007. Hubungan Pemahaman Masyarakat Tentang Sanitasi Lingkungan dengan Sikap Masyarakat Terhadap Limbah Pabrik Kulit di
Sukaregang Garut.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Mukhtar.2013.Penyebab Kerusakan Ekosistem Perairan.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Sumedi,Nur.2009. Ekosistem Pegunungan Menara Air.
http://www.ceft.com/2009/
ekosistem-pegunungan-menara-air.pdf.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
Syahri,Muhammad.2013. Jurnal Penelitian Pembelajaran Ekosistem
Siswa.
Diakses
pada tanggal 14 Januari 2014.
0 komentar:
Posting Komentar