Jumat, 31 Januari 2014

Makalah Perkembangan Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem Alam di Daerah Indonesia {TUGAS}



Nama : Riza Hidayat
Nim     : J1F113013
Prodi   : Ilmu Komputer
Tugas : Ilmu Kealaman Dasar (IKD)                       
Tugas 1: Perkembangan Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem Alam di Daerah Indonesia

Perkembangan Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem Alam di Daerah Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Sejumlah besar (lebih dari 10.000 buah) dari pulau-pulau tersebut adalah merupakan pulau-pulau berukuran kecil. memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang tinggi. Hal ini terjadi karena keadaan alam yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat didalamnya (Alfalasifa,2011).
Ekosistem adalah satuan fungsional dasar dalam ekologi karena memasukkan organisme (komunitas-komunitas) biotik maupun lingkungan abiotik, masing-masing mempengaruhi sifat-sifat yang lainnya dan keduanya perlu untuk pemeliharaan kehidupan seperti yang kita miliki di atas bumi ini. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi atau relung. Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem itu pun terjaga. Ekosistem secara garis besar dibedakan menjadi 2, yaitu ekosistem darat dan ekosistem perairan (Marlina,2007).

A.    Ekosistem Darat
Ekosistem darat dibedakan berdasarkan iklim dan vegetasi dominan wilayah tersebut menjadi beberapa bioma. Meskipun batas wilayah penyebaran bioma-bioma di muka bumi tidak terlalu jelas, namun berdasarkan vegetasi tumbuhan dominannya dapat dibedakan menjadi bioma tundra, bioma taiga, bioma hutan hujan tropis, bioma savana (padang rumput), bioma gurun, dan bioma hutan gugur.Di Indonesia hanya terdapat bioma hutan hujan tropis dan bioma padang rumput (Syahri,2013).
a.      Bioma Savana
Bioma savana (padang rumput) terdapat di wilayah beriklim sedang sampai tropis dengan curah hujan 25 cm sampai 75 cm per tahun. Tumbuhan yang dominan di bioma ini adalah rumput. Hewan yang hidup di bioma ini adalah hewan-hewan yang bisa bertahan di kondisi padang rumput, di antaranya adalah kuda, zarafah, dan singa. Di Indonesia bioma savana dapat ditemukan di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) (Syahri,2013).
b.      Hutan Musim
Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang berada di daerah beriklim muson (monsoon), yaitu daerah dengan perbadaan antara musim kering dan basah yang jelas. Hutan musim (monsoon forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut : beriklim musim, tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah, terdapat di pedalaman yang sdanjutnya dapat dibagi lagi menurut keting­gian. Tipe ekosistem hutan musim terdapat pada daerah-daerah yang memiliku tipe iklim C dan D.  Dengan rata-rata curah hujan 1.000-2.000 mm per tahun dengan rata-rata suhu bulanan sebesar 21˚-32˚ C. Di Indonesia, tipe ekosistem hutan musim berada di Jawa terutama di Jaw a Tengah dan Jawa Timur, di kepulauan Nusa Tenggara, Maluku dan Irian. Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan musim dibedakan menjadi dua zona wilayah sebagai berikut: :
a.      Zona 1 (Zona Hutan Musim Bawah) Hutan Musim yang terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1.000 m dpl.      
b.     Zona 2 (Zona Hutan Musim Tengah dan Atas) Hutan Musim yang terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000-4.000 m dpl (Alfalasifa,2011).
A.      Zona hutan musim bawah
Spesies-spesies pohon yang merupakan ciri khas tipe ekosistem hutan musim bawah di daerah jawa antara lain: Tectona grandis, Acacia loucophloea, Actinnophoora fragrans,  Albizzia chinensis, Alzadirachta indica, dan Caesalpinia digyna. Dan di hutan-hutan musim bawah lainnya juga mempunyai pohon ciri khas di hutan tersebut seperti di hutan musim Nusa Tenggara dan hutan musim Maluku (Alfalasifa,2011).
B.      Zona hutan musim tengah dan atas
Spesies pohon yang merupakan ciri khas ekosistem hutan musim tengah dan atas adalah sebagai berikut.  Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat pohon Casuarina junghuhniana sebagai spesies pohon dominan dan khas untuk tipe ekosistem hutan musim tengah dan atas.  Hutan musim tengah dan atas di daerah Indonesia Timur mengandung spesies pohon khas untuk ekosistem tersebut, yaitu Eucalyptus spp.  Adapun spesies pohon khas untuk hutan musim tengah dan atas si saerah Sumatra yaitu Pinus merkusii (Alfalasifa,2011).
Terdapat pula Hutan Musim Tropis yang terdiri atas pepohonan yang menggugurkan daunnya pada musi kemarau. Hutan musim tropis banyak terdapat di Indonesia, Thailand, India, Kamboja, Laos, Vietnam, Australia sebelah utara dan Afrika tengah.
Karakteristik hutan musim tropis :
1.       Tumbuhan membentuk formasi musiman.
2.       Tumbuhan umumnya tahan dari kekeringan dan termasuk tumbuhan tropofit (mampu beradaptasi dangan musim kemarau dan musim hujan).
3.       Pada musim kemarau daunnya merandas (rontok) sebaliknya pada musim penghujan daunnya lebat.
4.       Hutan musim biasa diberi nana sesuai dengan spesies tumbuhan yang dominan. Contoh : hutan jati, hutan pinus, hutan angsana
(Alfalasifa,2011).

Banjir yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia akibat kerusakan hutan. Banjir hanya salah satu akibat dari kerusakan hutan yang berdampak pada lingkungan hidup. Tidak hanya banjir pada musim hujan, bahaya kekeringan terjadi ketika musim kemarau datang. Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca.Kerusakan hutan inilah yang kemudian berakibat rusaknya ekosistem hutan (Irwan,2008).
c.       Ekosistem Gunung
Lebih dari setengah populasi manusia di dunia tergantung oleh air yang berasal dari aliran sungai-sungai yang bersumber dari gunung, baik untuk kebutuhan minum, pengairan tanaman pangan, sumber tenaga listrik dan bagi keberlanjutan berbagai industri. Peran strategis dan vital ekosistem gunung, selain menjadi pusat konsentrasi keragaman hayati serta memiliki budaya dan tradisi yang khas, sesungguhnya yang terutama adalah keberadaannya sebagai sumber air bersih dalam tata air secara keseluruhan (Sumedi,2009).
Indonesia dengan 129 gunung utamanya adalah negara dengan jumlah gunung paling kaya di dunia. Sayangnya paradigma pengelolaan ekosisitem gunung yang holistik dan terpadu belum berjalan dengan baik. Belitan kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah sejoli yang lazim terjadi di daerah-daerah pegunungan di Indonesia, terutama daerah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti di Jawa. Sebuah paduan yang menyedihkan. Sekitar 23 juta penduduk Indonesia atau sekitar 10 persen dari 227 juta penduduk Indonesia adalah masyarakat yang mendiami daerah pegunungan. Namun sayangnya para penjaga “menara air” yang menjadi penopang kehidupan mayoritas penduduk di bawahnya itu, menikmati pendapatan per kapita yang paling rendah (Sumedi,2009).
B.     Ekosistem Perairan dan Pesisir
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Ekosistem Indonesia sangat menentukan iklim (suhu, kelembapan, angin), flora, fuana, serta kehidupan penduduk.Adapun ciri-ciri ekosistem di Indonesia yaitu:
1.      Suhu antara 26 0C-30 0C
2.      Terdapat tingkatan suhu, lapisan atas suhunya lebih tinggi daripada lapisan bawah
3.      Kadar garam di permukaan laut rendah
4.      Memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, namun populasinya rendah
(Fernando,2013).
Pengenalan tipe-tipe ekosistem didasari kepada ciri-ciri komunitas yang paling sering menonjol. Pada dasarnya di Indonesia terdapat empat kelompok utama ekosistem bahari yaitu:
1.      Ekosistem Laut Dangkal
Laut dangkal merupakan daerah fotik, yang berarti daerah yang dapat dicapai oleh cahaya matahari. Didaerah ini berlangsung proses fotosintesis Produser ayng berperan penting yaitu fitoplankton dan ganggang laut makroskopis. Kadar oksigen di daerah ini lebih tinggi daripada daerah afotik di laut dalam. Oleh sebab itu, daerah yang demikian memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Fernando,2013).
a.     Ekosistem Pantai
1)      Pantai berpasir dangkal (pantai pasir intertidal)
Pantai pasir intertidal (pasang-surut) atau biasa disebut dunes umumnya terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal daripada pantai berbatu-batu karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Fernando,2013).
Formasi ini terdapat di pantai-pantai berpasir yang luas. Di pantai Utara Madura terdapt beberapa kompleks dune, namun belum banyak diketahui tentang ekologinya. Vegetasi pioner yang terdapat pada pantai ini termasuk anggota formasi pes-caprae.Pada formasi pes-caprae ditumbuhi oleh tipe vegetasi yang terdapat pada tumpukan-tumpukan pasir yang mengalami proses peninggian di sepanjang pantai. Vegetsi tersebut tumbuh menutupi pasir luas mulai dari batas yang terkena ombak sampai ke pematang pantai yang berpasir (Fernando,2013).
Formasi ini terdapat dihampir seluruh pantai Indonesia dengan komposisi jenis tumbuhan yang hampir sama dengan  jenis tumbuhan yang ada di situ yakni Ipomea pes-caprae, tergolong jenis tumbuhan menjalar dan mempunyai bunga yang ungu. Nama formasi pes-caprae berasal dari jenis tumbuhan ini. Tumbuhan ini termasuk salah satu dari sejumlah herba rendah, yang akarnya mengikat pasir. Jenis lain yang sering ada yaitu di antaranya jenis polong Canavidia, teki Cyperus penduculatus dan Cyperus stoloni-ferus, rumput-rumputan lainnya seperti Thuarea involuta dan Spinifex littoralis yang berdaun lancip. Jenis lainnya yaitu Vigna, Vitex trifoliua, Ishaemum muticum, Euphorbia atoto. Beberapa anggota Compositae yang ditemui yaitu Ipomea carnosa, Fimbristylis sericea, Triumfetta repens, Canavalai abtusiofolia, Vigna marina dan lain sebagainya (Fernando,2013).
2)      Pantai berbatu-batu
Pantai berbatu- batu, dijumpai pada daerah panati yang berbatu keras dan tahan terhadap benturan ombak laut. Hasil pengikisan pantai ini biasanya hanyut ke tengah laut. Pada daerah yang dapat dicapai oleh air pasang tertinggi, biasanya di jumpai lorong pantai yang berkerikil. Batu pembentuk pantai tersebut ada yang terdiri dari batu kapur tua seperti yang terdapat di Banda Aceh. Ada juga yang terbentuk dari batu vulkanik seperti yang terdapat di sebelah Selatan Padang, yang terdiri dari batu granit dan batu tertier terdapt di pulau Bintan, Anamabas, Natuna, Tambelan, Bangka dan Belitung. Jenis vegetasi pada pantai ini tidak ada yang spesifik, adakalanya dijumpai vegetasi jenis dari formasi Barringtonia seperti putat laut, cemara, ketapang dan nyamplung yang melekat di batu. Di tempat-tempat bagian atas pantai kurang curam dan sedikit siraman air asin, muncul hutan alami (Fernando,2013).
Fauna pada pantai berbatu-batu terdiri dari banyak jenis seperti tiram-tiram, siput, kepiting batu, ikan bleni. Dalam celah-celah atau gua-gua kecil pada jurang terjal yang terbentuk dari batu kapur sering terdapat koloni burung kecil (Fernando,2013).
3)      Pantai lumpur
Ekosistem pantai lumpur terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai dengan laut yang berada di muara sungai dan sekitarnya. Apabila sungainya besar, lumpur tersebut membentang luas sampai menjorok ke laut. Dalam ekosistem ini terdapat berbagai jenis biota ikan gelodok. Komunitas tumbuhannya adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut/Enhalus acoroides. Binatang-binatang ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Biasanya ekosistem pantai lumpur dapat kita jumpai di pantai-pantai pada pulau cukup besar yang memiliki sungai-sungai lebar seperti di Pulau Kalimantan, Irian Jaya, Sumatra, dan Jawa (Fernando,2013).
b.     Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem lengkap dengan struktur tropik, yang tersebar luas di perairan dangkal. Pada terumbu karang terdapt produsen pertama yang sangat banyak yaitu berupa ganggang.Ganggang ini melakukan proses fotosintesis dengan cepat, di mana hasil fotosintesis tersebut sebagai sumber energi bagi binatang karang. Sebaliknya ganggang memperoleh nutrien dari binatang karang misalnya dalam bentuk kotoran. Begitulah seterusnya terjadi daur ulang mineral pada ekosistem terumbu karang. Disini dapat dijumpai hubungan kerja sama yang sangat baik antara hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalam ekosistem terumbu karang (Fernando,2013).
Terumbu karang dibangun dari kalsium karbonat oleh binatang karang (pylum coelenterata). Peranan O2 yang dikeluarkan oleh ganggang saat fotosintesis ganggang sangat membantu dalam pembentukan karang. Jadi sesungguhnya terumbu karang adalah terumbu karang-ganggang (Fernando,2013).
Jenis ganggang yang berperan:
1.      Ganggang endozoic, tergolong dinoflagelata, termasuk genus baru yang disebut Symbiodinium . Ganggang ini terdapt di dalam endoderm polip binatang karang.
2.      Ganggang filamen yang kaya klorofil. Ganggang ini memberikan warna kehijau-hijauan pada masa karang yang hidup. Ganggang ini terjaring ke dalam kerangka karang hidup.
3.      Ganggang kerangka (skeletal algae), termasuk anggota Chlorophyta (ganggang hijau)
(Fernando,2013).
Untuk melindungi dirinya, binatang karang mengeluarkan banyak lendir. Lendir ini akan mengikat bahan organik sehingga membentuk gumpalan-gumpalan yang merupakan sumber makanan yang banyak mengandung gizi bagi konsumen lainnya (Fernando,2013).
Keistimewaan dari terumbu karang dalam hal daur ulang (siklus) mineral yang efisien. Di situ terdapat kerja sama yang sangat baik antara tumbuhan (ganggang) dan binatang karang.Ganggang dapat merupakn saingan utama dalam hal tempat unutk karang di terumbu, menyusup dan berkembang lebih cepat daripada karang. Karena ganggang tidak dominan pada terumbu dan tidak bersaing dengan karang, jadi apa yang mengendalikan meraka? Jawabannya adalah adanya pengaruh grazing oleh ikan dan juga oleh invertebrata tertentu. Ikan-ikan memakan ganggang, akan tetapi hal ini secara tidak langsung dapat memperlambat pertumbuhan karang. Hal ini juga dilakukan oleh bulu babi seperti   Diadema dan Eucidaris dalam mengontrol pertumbuhan karang. Yang perlu diteladani dalam pemanfaatan sumber daya yang semakin langka untuk memenuhi kebutuhan dunia. Namun ulah manusia, terumbu karang saat ini sudah banyak terganggu karena pencemaran, serta meningkatnya jumlah predatornya yaitu mahkota duri binatang laut Acanthaster planci (Fernando,2013).
2.      Ekosistem Laut Dalam
Habitat terluas dibumi yang tidak didiami oleh organisme hidup ialah bagian samudra yang jauh dari permukaan termasuk dasar samudra, yang diliputi suasana gelap dam dimgim sepanjang masa. Luas perairan bahari dangkal yang berbatasan dengan benua dan pulau hanya 10 % dari luas semua samudra, sedangkan bagian atas samudra yang dapat diterangi sinar matahari merupakan bagian yang lebih kecil lagi dari seluruh volume samudra yang dapat dihuni berbagai organisme. Jadi dari 70 % permukaan bumi yang tertutup air, mungkin  85 % dari luasnya dan 90 % dari volumenya merupakan suatu wilayah yang gelap dan dingin yang dinamakan laut dalam (Fernando,2013).
Yang dimaksud dengan “laut dalam” disini ialah bagian dari lingkungan bahari yang terletak dibawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari dilaut terbuka, dan lebih dalam dari paparan benua. Laut dalam diliputi suasana gelap gulita sepanjang tahun. Karena wilayah perairan ini gelap sepanjang masa maka fotosintesis tidak mungkin berlangsung. Bila tampak adanya cahaya, maka cahaya ini dihasilkan oleh hewan-hewan laut tertentu (Fernando,2013).
Hampir semua kelompok utama hewan terwakili dalam laut dalam. Krustasea, terutama isopoda, amfhipoda, tanaid, dan kumasea, umumnya terdapat di laut dalam. Didaerah abisal, krustasea merupakan 30 sampai 50 persen dari faunanya, cacing polikaeta juga melimpah, juga ketimun laut atau tripang yang biasanya berukuran besar dan bintang ular umumnya terdapat di perairan abisal. Berbagai bintang laut, lili laut, dan bulu babi merupakan bagian dari bentos laut dalam namun jumlahnya tidak banyak. Diantara bunga karang, penguni laut dalam adalah bunga karang kaca, yakni kelompok yang jarang ditemukan di perairan dangkal. Filum Cnidaria hanya diwakili oleh berbagai anemon, pena laut, dan kipas laut. Sedangkan ikan demersal penghuni laut dalam  terutama terdiri dari ikan ekor tikus serta berbagai Brotuilidae, Liparidae, dan Belut laut. Pada zona hadal lebih banyak ditemukan berbagai krustasea perikaridea, polikaeta, dan holothuroidea serta lebih sedikit ditemukan berbagai bintang laut, bulu babi, dan bintang ular dibandingkan dengan daerah abisal (Fernando,2013).
Dengan sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat menguntungkan tersebut ditambah dengan letak Indonesia yang sangat strategis, mengundang  banyak   pihak  untuk  mengeksplorasi secara             illegal    dan memanfaatkan sumber daya tersebut secara tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan negara dan merusak ekosistem perairan laut yang ada. Kerusakan ekosistem perairan laut Indonesia pada umumnya diakibatkan karena pemanfaatan sumber daya yang tidak terkendali dengan cara illegal seperti penangkapan  ikan  di  daerah  terumbu  karang  dengan  menggunakan  bahan beracun dan bahan peledak;  penebangan bakau untuk bahan baku kertas, arang dan bangunan serta konversi lahan pesisir yang dibuka untuk pertambakan, pertanian/perkebunan, industri dan pemukiman; pencemaran laut akibat tumpahan minyak dan pembuangan zat-zat yang berbahaya dari kapal-kapal (Mukhtar,2013).



















Daftar Pustaka
Alfalasifa,Sylva.2011.Makalah Ekosistem Hutan Musim.
                        http://sylva10.blogspot.com/2011/11/makalah-ekosistem-hutan-musim.html.
                        Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.

Fernando,Bris.2013.Makalah Pengenalan Ekosistem Laut dan Pesisir Indonesia
                        http://bris-fernando.blogspot.com/2013/09/v-behaviorurldefaultvmlo_8.html.
                        Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.

Irwan.2008.Penelitian Ilmiah Kerusakan Hutan di Indonesia.
                        http://www.irwantoshut.net/kerusakan_hutan_indonesia.html.
                        Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.
                       
Marlina,Ani.2007. Hubungan Pemahaman Masyarakat Tentang Sanitasi Lingkungan dengan                                Sikap Masyarakat Terhadap Limbah Pabrik Kulit di Sukaregang Garut.
                        http://animarlina.wordpress.com/jurnal- karya-ilmiah/.
                        Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.

Mukhtar.2013.Penyebab Kerusakan Ekosistem Perairan.
Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.

Sumedi,Nur.2009. Ekosistem Pegunungan Menara Air.
                        http://www.ceft.com/2009/ ekosistem-pegunungan-menara-air.pdf.
                        Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.

Syahri,Muhammad.2013. Jurnal Penelitian Pembelajaran Ekosistem Siswa.
Diakses pada tanggal 14 Januari 2014.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar